Menpora Dito Ariotedjo hadir sebagai saksi di persidangan kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/10)
Jakarta, Jurnas.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI mengaku masih terus menelusuri dugaan aliran dana kasus korupsi proyek pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukung BAKTI Kominfo.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah mengatakan penelusuran dilakukan pihaknya terhadap sejumlah pihak termasuk Menpora Dito Ariotedjo dan Staf Khusus Anggota DPR Nistra Yohan.
Saat ini penyidik masih mencari alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan dugaan aliran dana korupsi tersebut.
"Tergantung alat bukti. Selama alat bukti tidak ada, kami tidak bisa menetapkan (kepastian hukum)," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Rabu 10 Januari 2023.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Menpora Dito Ariotedjo sempat disebut menerima aliran dana sebesar Rp27 miliar. Sementara staf khusus anggota DPR Nistra Yohan disebut menjadi perantara penyerahan uang sebesar Rp70 miliar kepada Komisi I DPR.
Dalam kasus Menpora Dito, Febrie mengaku pihaknya masih mencari sosok yang menyerahkan uang senilai Rp27 miliar kepada pengacara Maqdir Ismail. Kejaksaan, kata dia, sampai saat ini hanya memegang identitas yang diduga Suryo dari hasil pemeriksaan di persidangan.
Febrie menjelaskan asal-usul uang Rp27 miliar itu masih harus dibuktikan guna memastikan apakah benar ada keterlibatan Menpora Dito atau tidak.
"Contoh kalau Dito, sampai sekarang ini yang menyerahkan Rp27 miliar itu aja ke Maqdir itu belum tahu siapa orangnya. Kita udah ambil CCTV, tapi belum tahu siapa orang itu, belum dapat," jelasnya.
Lebih lanjut, Febrie menerangkan dugaan tindak pidana awal dalam kasus BTS 4G itu seluruhnya telah diproses di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat
Penyidik, kata dia, tinggal membuktikan dugaan rentetan aliran dana yang ditemukan dalam fakta persidangan.
"Ada rentetan uang yang keluar. Ini harus dibuktikan penyidik, sepanjang itu belum ketemu alat buktinya, pasti digelar perkara belum bisa dinyatakan tersangka," pungkasnya.
Sebelumnya, aliran uang kepada Dito Ariotedjo terungkap dalam surat dakwaan dari terdakwa Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung pada Kamis 16 November 2023.
Windi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo. Windi juga diduga turut serta melakukan perbuatan mengalirkan uang dari hasil korupsi tersebut ke sejumlah pihak.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yaitu menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain," kata Jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
Jaksa mengungkapkan, Windi berperan sebagai kurir uang dari hasil korupsi BTS 4G kepada sejumlah pihak atas arahan dari Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan.
Selain itu, Windi juga mendapat arahan dari dua pelaku tindak pidana korupsi BTS Kominfo lainnya, yaitu Eks Dirut BAKTI Kominfo Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak.
"Bahwa terhadap uang-uang yang diterima oleh terdakwa Windi Purnama tersebut, selanjutnya terdakwa Windi Purnama mentransfer atau mengalihkan uang-uang tersebut atas arahan Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak dan Anang Ahmad Latif," kata Jaksa.
Jaksa mengatakan Windi menerima total uang Rp 240,5 miliar. Total uang tersebut sudah lebih dulu dipotong sebesar Rp 9,4 miliar untuk kepentingan dua perusahaan, yaitu PT JIG Nusantara Persada sebesar Rp 5 miliar dan PT Sarana Global Indonesia Rp 4,4 miliar.
Menurut dakwaan tersebut, duit miliaran itu diberikan melalui Windi sebagai biaya komitmen atau commitment fee dari berbagai pihak yang terlibat pekerjaan BTS Kominfo.
Selain itu, Windi turut menjadi perantara dalam mengalirkan dana tersebut. Terdapat total Rp 243,85 miliar yang dikatakan jaksa mengalir melalui Windi Purnama.
Menurut jaksa, beberapa pihak yang menerima uang dari Windi Purnama, termasuk eks Menteri Kominfo Johnny Plate dan Menpora Dito Ariotedjo.
Jaksa menyebut para pihak yang turut menerima uang dari Windi, di antaranya Johnny Gerard Plate sebesar Rp10 miliar untuk biaya operasional Kominfo. Kemudian, Rp1,5 miliar untuk sumbangan atas nama Menkominfo dengan rincian Rp 500 juta untuk Yayasan Pendidikan Katolik Arnoldus di Kupang dan Rp1 miliar untuk Keuskupan Kupang.
Selanjutnya, Windi juga menyerahkan Rp4 miliar kepada Plate melalui Walbertus Natalius Wisang alias Berto yang penyerahannya dilakukan sebanyak empat kali, masing-masing penyerahan sejumlah Rp1 miliar.
Uang yang dikumpulkan Windi juga digunakan untuk membiayai perjalanan dinas Menkominfo beserta rombongan ke luar negeri, yaitu Rp1,8 miliar untuk tagihan dinas. Lalu biaya hotel ke sejumlah negara, seperti ke Paris sebesar Rp453.600.000, London sebesar Rp167.600.000, dan Amerika sebesar Rp404.608.000. Kemudian, Rp250 juta untuk sumbangan ke Gereja GMIT di Kupang atas nama Johnny Plate.
Uang yang dikumpulkan tersebut juga diterima oleh Anang Achmad Latif sebesar Rp5 miliar, untuk anggota Tim Pokja sebesar Rp500 juta yang diterima oleh Darein dan diserahkan kepada Gumala Warman sebesar Rp200 juta, Darein Rp150 juta, Deni Tri Junedi Rp50 juta, Seni Sri Damayanti Rp50 juta, dan Devi Triarani Putri sebesar Rp50 juta, Feriandi Mirza sebesar Rp300 juta, Elvano Hatorangan sebesar Rp2,4 miliar, dan Jenifer sebesar Rp100 juta.
Selain itu, atas arahan Irwan Hermawan dan Anang Achmad Latif, Windi Purnama juga menyerahkan sejumlah uang yang diperuntukkan untuk menutup atau menghalangi proses hukum BTS 4G.
Beberapa pihak yang menerima antara lain, untuk BPK melalui Sadikin sebesar Rp 40 miliar, untuk Komisi I DPR Nistra sebesar Rp70 miliar.
Kemudian kepada beberapa pihak yang mengaku dapat mengatur proses hukum yang berlangsung, antara lain Edward Hutahaean sebesar Rp15 miliar; Windu Aji Susanto, dan Setyo sebesar Rp66 miliar, dan kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp27 miliar.
Windi Purnama juga mendapatkan sejumlah uang yang totalnya bernilai Rp750 juta yang ia terima dari beberapa pihak, yaitu dari Irwan Hermawan sejumlah Rp200 juta dan US$3,000, Kemudian, melalui Steven Setiawan Sutrisna sebesar Rp500 juta.
“Selanjutnya uang yang diterima tersebut, dipergunakan untuk membayar cicilan rumah setiap bulan yang berlokasi di BSD, Tangerang Selatan dan untuk keperluan sehari-hari dan biaya hidup selama terdakwa Windi Purnama tinggal di Manila, Filipina, selama bulan Februari 2023 sampai dengan Mei 2023,” ujar jaksa.
Atas perbuatan tersebut, Windi didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP subsider Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP subsider Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
Adapun Johnny, Irwan, Anang, dan Galumbang telah divonis bersalah dalam tindak pidana korupsi BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 di BAKTI Kementerian Kominfo. Mereka sudah lebih dulu diadili dalam sidang terpisah.
Sementara satu tersangka terbaru merupakan Achsanul Qosasi selaku anggota dari BPK. Kejagung menduga Achsanul telah menerima uang kasus korupsi tersebut sebesar Rp40 miliar.
Adapun proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Dalam perencanaannya, Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di pelbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi para tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.
KEYWORD :Korupsi Proyek BTS Kejagung Menpora Dito Ariotedjo Nistra Yohan